Mengatasi Kendala Pengembangan Industri Sawit
Langkah pemerintah mengembangkan proyek BBN, di satu sisi memang memberikan prospek pasar yang cukup besar kepada jenis industri kelapa sawit. Namun di sisi lain, proyek ini juga mempunyai potensi gangguan terhadap kinerja ekspor, pasokan untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, termasuk untuk pengembangan industri di Indonesia hilir non-BBN seperti surfactant, deterjen atau komoditas lain yang berbasis oleochemical.
Jika pertumbuhan produksi sawit ke depan, tidak mampu memenuhi target pengembangan BBN, bisa dipastikan alokasi untuk ekspor akan menjadi berkurang, begitu juga untuk kebutuhan konsumsi. Akibatnya, harga minyak sawit (CPO) akan melejit dan berpeluang besar menimbulkan dampak negatif di masyarakat, agar tidak terjadinya kesalahpahaman masyarakat perlu menjadi bagian dari rantai perusahaan pengembang industri Sawit, peran KADIN atau Kamar Dagang dan Industri Indonesia, sangat diperlukan sebagai mediasi antara masyarakat dan pengembangan Kelapa sawit.
Untuk menghindari berbagai persoalan yang mungkin muncul, Departemen Perindustrian sebagai salah satu instansi sentral dalam pengembangan industri di Indonesia berupa kelapa sawit perlu segera melakukan langkah antisipasi antara lain mendorong proses penyelarasan untuk perencanaan serta kebijakan antara berbagai instansi terkait seperti Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah mengenai ketersediaan lahan, Departemen Pertanian sebagai instansi yang berwenang di bidang pengembangan perkebunan sawit serta Departemen Perdagangan yang berwenang di bidang pengaturan atau tata niaga distribusi, disamping instansi lain yang terkait dengan industri pendukung seperti jasa transportasi dan keuangan.
Untuk itu sejumlah langkah yang perlu segera dilakukan Departemen Perindustrian adalah, yang pertama Pemetaan Alokasi Kebutuhan minyak sawit (CPO) dalam mendukung pencapaian target BBN. Hal tersebut sangat penting untuk tetap menjaga agar tidak terjadi kekisruhan dalam menentukan alokasi penggunaan kelapa sawit, antara kebutuhan ekspor, konsumsi (minyak goreng) serta kebutuhan pengembangan industri di Indonesia hilir lainnya dengan kebutuhan BBN.
Perlu dijaga, upaya pemerintah mendorong penggunaan BBN, jangan sampai merugikan sektor lainnya yang bisa merugikan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan data yang ada, kebutuhan CPO untuk pangan sampai 2010 mendatang mencapai 10,5 juta ton, sedangkan kebutuhan bahan bakar nabati sekitar non-pangan 2,3 juta ton termasuk untuk BBN sebanyak 2 juta ton dan juga setara dengan 2,13 juta kilo liter.